Masyarakat adalah suatu kumpulan individu yang tinggal di kawasan yang sama dan memiliki tujuan yang sama. Dalam proses mencapai tujuan, individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kepentingan yang berbeda inilah yang menimbulkan interaksi sosial, baik yang bersifat positif maupun negatif. Interaksi negatif itulah yang dinamakan konflik. Untuk menyelesaikan konflik dalam masyarakat, diperlukan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dimana fungsi dari kaidah tersebut adalah untuk menertibkan masyarakat.
Kaidah-kaidah sosial tersebut dibagi menjadi empat, yaitu kaidah kepercayaan atau agama, kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan dan kaidah hukum. Dalam praktik nyatanya, kaidah hukumlah yang paling dominan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Karena, sifat dari kaidah hukum itu sendiri adalah memaksa dan memiliki sanksi yang tegas, dimana tiap butir peraturan yang berada di dalamnya, telah di legalisasi oleh pihak2 resmi dan berwenang. Jadi, orang akan berpikir dua kali sbelum melakukan tndakan yang dirasa melanggar hukum. Karena jika tidak, ia akan dijerat oleh sanksi hukum itu sendiri. Dan kaidah hukum efektif di gunakan, karena memiliki sifat penjera bagi mereka yang telah melakukan kesalahan.
Corak hukum, dapat di tempuh dengan tiga cara, yang pertama adalah unifikasi dimana arti dari unifikasi itu sendiri yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi setiap orang dalam kesatuan kelompok sosial atau suatu Negara. Misalnya,UUD 1945 dan peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya, hanya berlaku di Negara Indonesia saja. Tidak akan berlaku di negara lain. Yang kedua adalah dualistik hukum, yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua kelompok sosial yang berbeda didalam satuan kelompok sosial yang sama, atau dapat disebut negara. Contohnya adalah, di NAD, berlaku dua sistem peradilan. Hukum UUD 45 dan Hukum Islam. Jadi, bila seseorang melakukan tindak kejahatan, dia tidak hanya terkena hukum yang berlaku menurut UUD 45 saja, tetapi juga terkena hukuman yang di berikan oleh hukum Islam yang juga berlaku di sana. Contohnya, bila ada penduduk asli atau pendatangatau wisatawan sekalipun di Aceh yang mencuri, ia diberi hukuman oleh masyarakat setempat untuk di adili berdasarkan UU yang mengaturnya. Dan yang terakhir adalah pluralistis hukum. Yaitu berlakunya bermacam-macam sistem hukum bagi kelompok-kelompok sosial yang berbeda did lm kesatuan kelompok sosial atau suatu Negara. Contohnya adalah hukum yang dipakai di Indonesia ketika baru merdeka. Dimana Indonesia yang baru merdeka, belum memiliki landasan hukum yang kuat yang mampu mengatur ketertiban di dalam masyarakat.
Didalam pelaksanaan hukum acara pidana, terdapat dua azas. Yaitu azas legalitas dan azas praduga tak bersalah. Dimana kedua azas tersebut berperan sangat penting dalam mengatur ketertiban antar individu dalam kehidupan bermasyarakatarakat. Azas legalitas itu sendiri merupakan suatu ketentuan hukum yang menyebuntukan bahwa suatu perbuatan tidak dapat ditindak hukum karena perbuatan tersebut tidak disebuntukan atau dituliskan dalam UU. Contohnya saja, ilmu hitam. Seperti santet. Memang, menurut kacamata publik, merupakan perbuatan yang salah dan dapat disebut kejahatan. Namun, untuk menghukum orang yang melakukan santet tersebut, hukum tdj dapat ikut andil di dalamnya. Karena, azas legalitas yang telah dijelaskan di awal paragraph. Yang kedua adalah azas praduga tak bersalah, azas ini menyebuntukan bahwa seseorang tidak dapat diputuskan bersalah, sbelum diputuskan oleh hakim. Misalnya orang yang tertangkap basah sedang mencuri. Dia belum dapat dikatakan bersalah, karena belum diadili oleh hakim di meja hijau. Tujuan dari azas ini adalah untuk menghindari perbuatan-perbuatan onar, yang dilakukan masyarakat kepada seseoang yang tertangkap mata telah melakukan tindak kejahatan. Seperti misalnya, kasus pembakaran seorang pencuri sepeda motor, yang dilakukan oleh warga di suatu daerah. Dengan azas ini diharapkan masyarakat tidak “main hakim sendiri” dalam menyikapi suatu masalah.
Secara teoritis KUHP adalah bentuk hukum materiil. Sedangkan KUHAP adalah bentuk secara formiil. Maksudnya adalah KUHAP adalah bentuk nyata pelaksanaan dari KUHP. Dimana di dalam KUHP itu sendiri berisi aturan-aturan tentang perintah, larangan serta sanksinya, dan KUHAP merupakan tata cara pelaksanaan pengadilan yang didasarkan pada KUHP itu sendiri. Contohnya saja, seseorang yang terbukti membunuh atau melanggar salah satu pasal yang tertulis dalam KUHP. Dan untuk membuktikan tindakan pelanggaran tersebut, berlakulah KUHAP dimulai dari penangkapan sampai diputuskannya bersalah atau tidakanya ia oleh hakim di pengadilan.
Kumpul kebo dan black magic memang notabenenya merupakan perbuatan yang merugikan dan dapat di sebut kejahatan. Namun, pada kenyataannya sampai saat inipun belum ada proses kriminalisasinya, hal ini di sebabkan karena jika dibuat peraturan perundangan mengenai hal tersebut, maka akan berpotensi menimbulkan keonaran dalam masyarakat yang tentunya sangat berlawanan dengan tujuan dari hukum itu sendiri. Contohnya saja jika ada pria dan wanita tinggal dalam satu atap, tentunya akan menjadi permasalahan jika peraturan perundangan mengenai kumpul kebo atau larangan pria dan wanita tinggal dalam satu atap itu dibuat.
HAN lebih luas daripada HTN karena cakupannya lebih banyak daripada HTN. HTN adalah hukum yang mengatur terhadap pembentukan jabatan-jabatan dan susunan atau strukturnya. Jadi dalam HTN yang diatur hanya adalah hubungan jabatan dan pemangku jabatan. Sedangkan HAN mengatur mengenai aktivitas kekuasaan eksekutif, surat menyurat atau kearsipan negara dan tugas-tugas yang ditetapkan UU sebagai urusan negara. Jadi cakupan HAN lebih banyak dan luas daripada HTN.
Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum perdata dan hukum dagang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena hukum dagang itu sendiri merupakan bagian dari hukum perdata. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur tingkah laku individu yang satu dengan individu yang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan hukum dagang pada dasarnya sama seperti hukum perdata, namun cakupannya terbatas atau dikhususkan hanya pada bagian perniagaan saja. Jadi, kedua hukum tersebut memang saling terkait karena hukum dagang merupakan wujud nyata pelaksanaan dari hukum perdata. Contohnya saja dalam pejanjian jual beli tanah
Kebiasaaan adalah tindakan pola tingkah laku yang ttp, ajeg, lazim, normal, atau adap dalam masyarakat tertentu yang secara turun temurun berulang. Dalam pasal 15 AB yang berbunyi “selain pengecualian-pengecualian yang ditetapkan mengenai orang-orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan, maka kebiasaan tidak merupakan hukum kecuali apabila UU menetapkan demikian.”
Berdasarkan pasal diatas, kebiasaan di sini memang diakui keberadaannya, tetapi hanya apabila UU menunjuknya. Ini berarti, apabila UU tidak menunjuknya, hukum tidak perlu memberlakukannya. Kebiasaan dapat menjadi hukum kebiasaan. Hukum kebiasaan merupakan sumber hukum. Seorang hakim dapat menggunakan kebiasaan dalam mengambil keputusan apabila UU menetapkan demikian.
Perbedaan hakim peradilan pidana dan peradilan perdata, hakim pada peradilan pidana bersifat aktif untuk memecahkan kasus yang diajukan. Hakim mencari bukti dan menyelidiki sbelum kasus itu diajukaan dalam pengadilan. Hakim mengejar kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang harus didasarkan pada alat-alat bukti yang sah menurut UU dan harus ada keyekinan hakim. Hakim memberikan keputusan tentang kasus yang terjadi berdasarkan pasal2 dan aturan yang telah ada.
Sedangkan hakim pada peradilan perdata bersifat pasif. Dia hanya mendengarkan perkara brdsrkan argument dari penggugat dengan tergugat. Hakim mengejar kebenaran formal, yakni kebenaran yang hanya didasarkan pada bukti yang ada di persidangan. Kasus bisa tidak dilanjuntukan secara hukum, namun bisa diselesaikan dengan cara perdamaian. Hakim memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan setelah mendengarkan argumen dalam sidang perdata tersebut. Hakim hanya sebagai moderator dalam persidangan. (Bimma Dwi Nugraha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Telah Mengisi Komentar