Minggu, 01 Februari 2015

The One

Sebelumnya, aku tak tahu terlalu banyak tentangmu.
Melihatmu pun hanya sesekali saat melintasi jalan menuju ke sekolah.
Seperti melihat yang lainnya, tak ada perasaan yang lebih kepadamu.

Suatu hari, saat aku pulang sekolah, aku terkaget, karena melihatmu ada di rumahku.
Orang tua ku pun memperkenalkanku denganmu.
Katanya, Orang tua mu juga menyetujui mu jika kamu ingin dekat denganku.
Aku bingung, karena itu kali pertama ku melihatmu dari jarak yang sangat dekat.
Bahkan, aku bisa langsung menyentuhmu jika aku mau.

Semenjak pertemuan itu, aku dan kamu selalu bersama-sama.
Bersama-sama terkena terik matahari, bersama-sama menembus derasnya hujan, dan juga bersama-sama jatuh saat menabrak kendaraan orang.
Meski begitu, kamu tak kapok jalan berdua lagi denganku.
Bahkan, kamu menjadi teman paling dekatku saat SMA.

Ya, disaat yang lain menjatuhkanku, dan meremehkan impianku, kamu selalu mendukung perjuanganku.
Ketika aku ingin keluar kota untuk sekedar tes perguruan tinggi, kamu rela ikut dengan ku menempuh puluhan kilometer.

Kamu juga setia menemaniku selama dua tahun di SMA, kecuali saat kamu sakit dan tidak bisa masuk.
Tapi aku juga tidak akan membiarkanmu sakit berlama-lama, jika tidak ada yang mengantarmu ke rumah sakit, aku sendiri yang mengajakmu kesana, agar kamu lekas sembuh, dan bisa menemaniku kembali ke sekolah seperti hari-hari biasa.

Maaf, jika aku sempat berpisah sementara waktu denganmu, karena aku harus menempuh pendidikan di ibukota.
Tapi bukan kamu namanya, kalau bisa berlama-lama jauh dariku.
Beberapa bulan kemudian, kamu menyusulku ke ibukota, dan menemani tahun-tahun pertamaku di kampus.

Tapi..., kita harus berpisah kembali, saat orang tua ku mengkhawatirkan keadaanmu yang tak terurus, karena aku yang terlalu sibuk dengan setumpuk buku-buku.
Maaf, jika aku tak sempat memperhatikanmu, karena saat itu, diriku pun juga sering sakit-sakitan karena banyak sekali yang harus dikerjakan.

Awal tahun 2015 ini, aku pulang ke kampung, untuk mengurus berkas yang dibutuhkan sebagai syarat mendapatkan pekerjaan di ibukota.
Tak lupa, aku menghampirimu, menanyakan keadaanmu, dan mengusap air yang keluar dari matamu.
Akupun mengucap syukur karena kondisimu sudah lebih baik dibanding terakhir kita bertemu.

Saat ingin kembali ke ibukota, aku kebingungan, karena semua tiket sudah habis terjual.
Bahkan, untuk kelas eksekutifpun sudah tidak ada.
Disaat genting seperti ini, aku tak tahu harus meminta bantuan ke siapa selain kepadamu.
Aku serasa tak percaya, meski kamu pernah aku kesampingkan, kamu tetap mau membantuku, kamu memberikan ku sebuah tumpangan ekslusif, yang mungkin orang lain tidak pernah rasakan.

Aku tahu, hubungan kita yang kuat ini tidak terbentuk begitu saja.
Dulu, setelah mengetahui bahwa kamu sering jalan denganku, banyak teman-temanku yang mengatakan bahwa kamu itu sebenarnya galak, matre, dan berisik.
Tapi, aku hanya tersenyum mendengar celotehan mereka, dan berusaha mengalihkan pembicaraan ke hal-hal yang lainnya.

Akhir-akhir ini, ayahku pun begitu, ingin memisahkanmu dariku.
Ayahku juga beranggapan bahwa kamu sangat matre, dan tidak pantas untukku.
Tapi...., aku mengatakan kepada ayahku, kalau aku akan tetap sanggup membiayaimu, sekalipun benar kalau kamu akan menghabiskan banyak uangku.
Akhirnya, hati ayahku luluh, dan tetap membolehkanmu dekat denganku.

Sebenarnya, aku sudah tahu segalanya, sebelum orang lain memberi tahuku tentangmu.
Kamu memang sering berisik saat kita bersama
Kamu juga sering menghabiskan isi dompetku untuk sekedar membeli minuman, atau asesoris tambahan.
Kamu juga agak galak, kalau bertemu dengan yang lainnya.
Tapi..., keadaan itu masih belum cukup bagiku sebagai alasan untuk melepasmu.

Aku takut dengan keadaanmu saat bersama dengan orang lain.
Aku takut mereka tidak memperlakukanmu seperti aku memperlakukanmu.
Aku takut mereka memperalatmu untuk hal-hal yang tidak baik.
Jika itu terjadi, apakah aku masih pantas disebut sebagai orang yang baik?

Sebenarnya, sulit untuk mendapatkan hatiku, karena aku sendiri adalah seorang dengan tipe pemilih.
Setelah melihatmu dari dekat untuk pertama kalinya, aku langsung mencari segala informasi yang berhubungan denganmu, agar aku tahu, apa kekuranganmu, dan apa kelebihanmu.
Dengan begitu, aku tidak akan menyesal dikemudian hari, jika aku menemui hal-hal negatif yang muncul dari dirimu.

Mungkin kamu akan keheranan mendengar prinsipku, karena aku berbeda dengan kebanyakan orang, yang asal pilih dan akan ganti begitu saja ketika bosan.
Aku tidak seperti itu, aku memang harus memastikan dengan benar siapa yang akan ku pilih, dan ketika pilihan itu sudah jatuh, maka aku tidak akan melirik kepada yang lain selain kamu.

Aku bersyukur bisa mengenalmu
Aku berharap hubungan ini bisa berlangsung lama.

Terimakasih telah menemaniku selama delapan tahun.
Terimakasih atas seluruh pengorbananmu.

Motorku.
RX King.