Istilah "suami takut istri" bukan hanya
ada di televisi. Saat ini banyak kita jumpai seorang suami yang bertekuk
lutut di bawah ketiak istri. Alih-alih mengarahkan dan membimbing
istrinya, malahanan dia selalu di bawah instruksi dan arahannya.
Akibatnya dia tak berani melarang ketika istrinya bermaksiat. Misalnya,
dia membiarkan istrinya bergaul bebas dengan teman lakinya,
membiarkannya nongkrong di pinggir jalan, membiarkannya keluar rumah
tanpa berjilbab, dan bentuk pelanggaran syari’at lainnya.
Sungguh tak layak suami berperilaku dan
bermental seperti ini. Karena Allah telah menetapkannya sebagai pemimpin
dalam rumah tangganya, pemimpin atas anak dan istrinya, dan kelak dia
akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.
Dari Ibnu Umar radliyallah 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ
رَاعٍ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ
وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
"Setiap kalian ra'in
(penanggung jawab) dan masing-masing akan ditanya tentang
tanggungjawabnya. Penguasa adalah penanggung jawab atas rakyatnya, dan
akan ditanya tentangnya. Suami menjadi penanggung jawab dalam
keluarganya, dan akan ditanya tentangnya." (Muttafaq 'Alaih)
Makna ra’in
adalah seorang penjaga, yang diberi amanah, yang harus memegangi perkara
yang dapat membaikkan amanah yang ada dalam penjagaannya. Ia dituntut
untuk berlaku adil dan menunaikan perkara yang dapat memberi maslahat
bagi apa yang diamanahkan kepadanya. (Al-Minhaj 12/417, Fathul Bari, 13/140)
Dalam sebuah hadits marfu', dari Ibnu Umar Radliyallahu ‘Anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ : اَلْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ ، وَالدَّيُّوْثُ ، وَرَجْلَةُ النِّسَاءِ
“Ada tiga golongan yang tidak akan
dilihat oleh Allah pada hari kiamat nanti, yaitu orang yang durhaka
kepada kedua orangtuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan
ad-dayyuts . . . “ (HR. an-Nasa’i dan lainnya, dishahihkan oleh Al-Albani).
Makna ad-dayyuts
adalah seorang suami atau ayah yang membiarkan kemaksiatan terjadi
dalam keluarganya. Yaitu ketika dia melihat kemungkaran oleh anggota
keluarganya, dia hanya diam saja dan tidak merubahnya.
Lawannya adalah al-ghayyur, yaitu orang yang memiliki kecemburuan besar terhadap keluarganya sehingga dia tidak membiarkan mereka berbuat maksiat.
Ancaman keras dalam hadits di atas
menunjukkan bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar yang dimurkai Allah.
Karena perbuatan tersebut diancam akan mendapatkan balasan di akhirat
berupa ancaman tidak akan masuk surga.
Imam Ad-Dzahabi dalam kitabnya, Al Kabair (kumpulan dosa-dosa besar) menempatkan perilaku diyatsah/ dayyuts dalam urutan dosa besar ketiga puluh empat.
Beliau mengatakan dalam bab liwath,
"jika dia mengetahui istrinya telah berselingkuh (berzina) dan dia
hanya diam saja (membiarkannya), maka Allah telah haramkan surga atasnya
karena Allah telah menulis di pintu surga: 'Kamu haram dimasuki seorang dayyuts'. Yaitu orang yang mengetahui perbuatan buruk (zina) pada istrinya, tapi dia diam saja dan tidak cemburu."
Seorang suami yang dayyuts akan
menyebabkan rusaknya agama dan akhlak anggota keluarga, sehingga
layaklah suami dayyuts ini mendapatkan ancaman keras sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits di atas.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
ketika menjelaskan dampak buruk perbuatan maksiat di antaranya perbuatan
ad-diyatsah/ad-dayyuts (membiarkan perbuatan buruk dalam keluarga) yang
timbul karena lemah atau hilangnya sifat ghiirah (cemburu dan
marah ketika syariat Allah dilanggar) dalam hati pelakunya. Beliau
berkata, “. . . . oleh karena itulah, ad-dayyuts adalah makhluk Allah
yang paling buruk dan diharamkan masuk surga. Demikian juga orang yang
membolehkan dan menganggap baik perbuatan dzalim dan melampaui batas
bagi orang lain. Maka perhatikanlah akibat yang ditimbulkan karena
lemahnya sifat ghiirah (dalam diri seseorang)."
Beliau melanjutkan, "Ini semua
menunjukkan bahwa asal pokok agama seseorang adalah sifat ghiirah
(kecemburuan). Barangsiapa yang tidak memiliki sifat ghiirah maka
berarti dia tidak memiliki agama (iman). Karena sifat ghiirah inilah
yang akan menghidupkan hati (manusia) yang kemudian akan menghidupkan
anggota tubuhnya, sehingga anggota tubuhnya akan menolak perbuatan buruk
dan keji. Sebaliknya, hilangnya sifat ghiirah akan mematikan hatinya,
yang kemudian akan mematikan kebaikan anggota tubuhnya, sehingga sama
sekali tak ada penolakan terhadap keburukan dalam dirinya. . . “ (kitab
Ad-Da-u wad Dawaa’, hal. 84).
Ad-Dayuts akan membiarkan keburukan pada
agama istri dan anak-anaknya. Yaitu dengan membiarkan atau menuruti
kemauan mereka dalam perkara yang bertentangan dengan syari’at. Ini
berarti menjerumuskan mereka ke dalam jurang kehancuran.
Seorang istri, bagaimanapun baik sifat
asalnya, tetap saja dia seorang perempuan yang lemah dan susah untuk
diluruskan. Maka seseorang yang keadaannya sedemikian ini tentu sangat
membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari seorang laki-laki yang
memiliki akal, kekuatan, kesabaran, dan kasih sayang. Karena itu, jangan
pernah bosan menasihati istrimu. “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka . . .” (QS. At-Tahrim: 6)
Wahai para suami, janganlah kalian menjadi ad-Dayyuts!!. (PurWD).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Telah Mengisi Komentar