JAMSOSTEK
Program JAMSOSTEK merupakan program pemerintah yang bertujuan memberikan perlindungan dasar bagi tenaga kerja guna menjaga harkat dan martabatnya sebagai manusia dalam mengatasi risiko-risiko yang timbul di dalam hubungan kerja.
Perlindungan program JAMSOSTEK berbentuk santunan dan penggantian biaya atas seluruh penghasilan yg hilang atau berkurang sbg akibgat dr risiko2 sosial ekonomi yg ditimbulkan olh kecelakaan kerja, cacad, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Perusahaan yg diwajibkan mjd peserta program JAMSOSTEK adalah perusahaan yg memperkerjakan sedikit2nya 10 org tnaga kerja, atau membayar upah sekurang2nya 1 juta/bulan.
Prosedur JKK. Perusahaan terlebih dulu menanggung seluruh biaya pengobatan/ perawatan, pengangkutan, biaya rehabilitasi dan STMB, dan kemudian perusahaan meminta ganti/klaim kpd Jamsostek.
Mengurus JHT. Menghubungi kantor PT Jamsostek setempat yang ada di seluruh Indonesia. Mengisi dan menyampaikan formulir Jamsostek kpd PT Jamsostek dengan disertai Kartu Peserta dan bukti2 pendukung lain yg diperlukan.
Mengurus JK. Perusahaan/ keluarga mengajukan permintaan pembayaran JK kpd PT Jamsostek dlm waktu selambat2nya 14 hari sejak tenaga kerja yg bersangkutan meninggal dunia. Mengisi dan menyampaiakan formulir Jamsostek dgn disertai bukti2 : kartu peserta, surat ket kematian dr kepolisisan/rumah sakit/kelurahan. PT Jamsostek akan membayar JK beserta biaya pemakaman dengan diketahui oleh keluarga dan perusahaan.
Suami/istri maks 3 orang anak wajib mendapat pelayanan JPK.
Mengurus JPK. Menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan setiap mengajukan permintaan pelayanan JPK kpd PPK.
Sanksi bagi perusahaan yang lalai dikenakan denda sebesar 2 % per bulan dari iuran yang seharusnya dibayar.
Kewajiban peserta : Menyampaikan kpd pengusaha daftar susunan keluarga, termasuk perubahannya. Memberikan kartu kepesertaannya kepada pengusaha tempat kerja yg baru jika peserta pindah tmpt kerja.
Kewajiban PT Jamsostek : Menerbitkan dan menyampaikan kpd pengusaha sertifikat kepesertaan Jamsostek dan kartu peserta untuk tenaga kerja. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan paling lambat 7 hari sejak formulir pendaftaran dan iuran pertama diterima PT Jamsostek.
Kewajiban Pengusaha : Memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya, daftar upah beserta perubahan2 dan daftar kecelakaan kerja. Menyampaikan daftar data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan Jamsostek kpd PT Jamsostek. Mendaftarkan permohonan dan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek. Menyampaikan kembali formulir yg telah diisi kpd PT Jamsostek paling lambat 30 hari sejak formulir diterima dr badan penyelenggara.
Sanksi bagi yg melanggar : Bagi perusahaan yg melanggar kepersertaan, iuran, dan laporan dikenakan sanksi pidana ancaman hukuman kurungan kpd pengusaha maksimal enam bulan atau denda setinggi-tingginya 50 juta. Jika mengulangi lagi akan di kurung selama 8 bulan. Keterlambatan pembayaran iuran akan didenda. Selain itu pelanggar akan dikenakan ganti rugi apabila ada hal lain yg berhubungan dgn administratif yg dilanggar.
SOMASI
Somasi adalah teguran tertulis atau peringatan untuk memenuhi suatu kewajiban terhadap perbuatan wan prestasi atau ingkar janji sebagaimana diatur dalam pasal 1995 KUH perdata dan 1938 KUH perdata yang meliputi :
a) tidak melaksanakan atau lalai melaksanakan perjanjian tepat pada waktunya
b) melaksanakan suatu perbuatan tetapi tidak seperti yang dijanjikan
c) melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian
Somasi diperlukan untuk memberikan kesempatan tergugat memenuhi prestasi yang dijanjikan disamping mengingatkan tergugat guna menghindari gugatan melalui pengadilan dan tindakan hukum lainnya.
Unsur Somasi :
1. memuat pernyataan tentang adanya kelalaian perbuatan yang mengakibatkan kerugian
2. adanya tujuan yang jelas yaitu menuntut untuk dipenuhi
3. berisi peringatan akan adanya tuntutan hukum apabila tidak dapat dipenuhi isi somasi
4. memberikan batas waktu yang cukup agar somasi itu dapat diterima dengan baik dan dapat dilakukan sebagaimana mestinya.
Penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri di wilayahnya. Jadi gugatan adalah tuntutan hak yang diajukan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan terhadap pihak lain yang diajukan di pengadilan negeri. Gugatan bisa berbentuk lisan atau tertulis.
Syarat materil bagi sebuah gugatan harus berisi berupa hal2 yang harus dipenuhi mengenai identitas para hak membuat vosita dan petitum. Vosita ialah perkaranya, sedangkan petitum adalah hal yang mengenai tuntutannya. Setelah persyaratan formal diberikan ke pengadilan negeri maka pengadilan negeri memanggil tergugat. Biasanya penggugat bicara apa yang dijadikan gugatannya dan tuntutannya. Lalu pihak tergugat biasanya menyampaikan keberatannya terhadap isi gugatan atau tuntutannya (disebut replik). Setelah tergugat menyampaikan keberatan, pihak penggugat juga menyampaikan keberatannya juga terhadap pernyataan tergugat tadi (disebut duplik)
KEWAJIBAN OTONOM DAN HETERONOM
Di dalam kaedah hukum perburuhan terdapat kaedah otonom dan heteronom.
Kaedah Otonom
Kaedah otonom adalah ketentuan2 dibidang perburuhan yang dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam suatu hubungan kerja. Kaedah otonom meliputi :
1) Perjanjian kerja : Suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tertulis, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
a. Upah : suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilaksanakan. Dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan dan peraturan penudang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan buruh, termasuk tunjangan untuk buruh maupun keluarganya.
b. Pemegang saham : orang2 yang ikut mananamkan modal pribadinya untuk membangun dan/atau mempertahankan kelangsunagn perusahaan.
c. Kreditor : sebagai partner perusahaan dalam pembiayaan operasional, kreditor berhak mendapatkan keterangan tentang posisi keuangan perusahaan dari karyawan / manajer.
d. Lingkungan : menghindari polisi udara dan kerusakan lingkungan\
2) Peraturan perusahaan : peraturan yang dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis yang memuat syarat2 kerja serta tata tertib perusahaan.
3) Perjanjian perburuhan : perjanjian dimana pihak buruh mengikatkan diri untuk bekerja pada orang lain selama waktu tertentu dengan menerima upah dan majikan mengikatkan diri untuk memperkerjakan buruh dengan memberi upah.
Kaedah Heteronom
Ketentuan2 dibidang perburuhan yang dibuat diluar pihak yang terkait dalam suatu hubungan kerja. Pihak yang paling dominan adalah pemerintah.
Contoh : apabila secara otonom ditetapkan bahwa buruh mendapat upah sesuai yg dikehendaki majikan. Hal ini jelas merugikan pihak buruh, sedangkan menurut hukum heteronom, buruh mendapat upah sesuai dengan hasil kerjanya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kesejahteraannya. Dari hal diatas, maka yang berlaku adalah kaedah hukum heteronom yang ditetapkan oleh pemerintah itu, bukan kaeadah otonom yang independen dari perusahaan.
Kamis, 19 November 2009
Minggu, 15 November 2009
Kuis PIP
Elemen Komunikasi :
1. Komunikator
2. Pesan
3. Komunikan
4. Media
5. Efek atau akibat
High Context Culture > Dominannya budaya nonverbal
Low Context Culture > Dominannya budaya verbal
Kategori partisipasi politik:
Otonom : Partisipasi dilakukan atas dasar kesadaran sendiri
Mobilitas : Partisipasi dilakukan berdasarkan anjuran, ajakan, atau paksaan pihak lain.
Konvensional : Partisipasi dilakukan dengan saluran resmi
Non konvensional : Partisipasi dilakukan melalui sarana tidak resmi
Aktif : Kepercayaan tinggi, kesadaran tinggi
Militan Radikal : Kepercayaan rendah, kesadaran tinggi
Pasif : Kepercayaan tinggi, kesadaran rendah
Apatis : Kepercayaan rendah, kesadaran rendah
Pemilu
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Asas
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 10 kali pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009.
Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
• Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
• Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.
Pemilu 2009
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan Yudhoyono sebagai presiden.
Pemilu 2009
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
1. Komunikator
2. Pesan
3. Komunikan
4. Media
5. Efek atau akibat
High Context Culture > Dominannya budaya nonverbal
Low Context Culture > Dominannya budaya verbal
Kategori partisipasi politik:
Otonom : Partisipasi dilakukan atas dasar kesadaran sendiri
Mobilitas : Partisipasi dilakukan berdasarkan anjuran, ajakan, atau paksaan pihak lain.
Konvensional : Partisipasi dilakukan dengan saluran resmi
Non konvensional : Partisipasi dilakukan melalui sarana tidak resmi
Aktif : Kepercayaan tinggi, kesadaran tinggi
Militan Radikal : Kepercayaan rendah, kesadaran tinggi
Pasif : Kepercayaan tinggi, kesadaran rendah
Apatis : Kepercayaan rendah, kesadaran rendah
Pemilu
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Asas
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 10 kali pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009.
Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
• Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
• Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.
Pemilu 2009
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan Yudhoyono sebagai presiden.
Pemilu 2009
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
Langganan:
Postingan (Atom)