Konstitutif KriminologiBerangkat dari critical criminology (teori kritis) dengan perspektif konflik meskipun ia merupakan kritik terhadap critical criminology itu sendiri.
Tokohnya: Marx, Austin Tulk, Quinney
Hendry & Milovanovich: konstitutif kriminologi udah merupakan perkembangan selanjutnya dari critical criminology (teori-teori kritis) namun dia memiliki premis-premis baru yang membuatnya berbeda dari critical criminology; yang mana sesuai dengan logika perkembangan linear Kuhn.
Poin utama: masyarakat berbeda dengan konsep consensus (Masyarakat adalah entitas yang dibentuk dari kesepakatan masing-masing individu; dimana walau masing-masing mereka memiliki nilai, namun ada suatu kesepakatan) yaitu masyarakat itu sudah dari sananya berbentuk struktur; entitas yang berbentuk struktur; yang factor dominan yang membentuk masyarakat adalah ekonomi dan proses produksi.
Konsensus; hukum adalah sesuatu yang dibentuk (produk-produk) hasil kesepakatan masyarakat. Konflik; hukum adalah area yang dikuasai oleh kelompok tertentu saja (borjuis) karena mereka memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi sehingga undang-undang/hukum merupakan produk dari mereka yang berkuasa (berada dalam struktur atas masyarakat).
Quinney: criminal justice indextrial complex; sistem peradilan pidana adalah instrument yang menjaga kepentingan mereka yang berkuasa secara ekonomi (misalnya polisi yang menjaga kepentingan pengusaha/penguasa)
Crime of domination: indentik dengan bahasan konstitutif kriminologi:
Konstitutif kriminologi juga berbicara mengenai konstruksi hukum dan pendefinisian kejahatan (penegakan hukum; control sosial) yang memberikan kontribusi atas law enforcement (proses yang melibatkan kelompok politik yang memperjuangkan kepentingan ekonominya); law enforcement adalah suatu pertarungan kepentingan yang pemenangnya sudah pasti mereka yang berkuasa. Namun pertarungan yang terjadi bukan dalam bentuk interpersonal; namun sebuah produk dari pertarungan kekuasaan di dalam wacana (area discourse). N.B. Wacana: isu, pemikiran
Semua perubahan sosial, pendefinisian kejahatan, dan penegakan hukum berangkat dari kepentingan ekonomi. Namun ini terlalu reduksionis sehingga konstitutif krminologi kemudian mengkritiknya bahwa ekonomi bukan satu-satunya pengaruh.
Strukturasi: teori yang dipengaruhi oleh Giddens dan Bordue: mengkritik pandangan struktur-bentuk-agen (pengaruh bentuk linear) format masyarakat terjadi karena adanya pengaruh struktur (misalnya sistem politik, sistem ekonomi, dll) dalam membentuk perilaku agen dan juga dalam saat yang sama, agen mempengaruhi bentuk struktur itu sendiri. Misalnya: di dalam penjara, bukan peraturan yang ditetapkan dalam penjara saja yang mempengaruhi narapidana, namun juga perilaku narapidana yang juga mempengaruhi peraturan dalam penjara. sementara dalam grand theory sebelumnya yaitu critical strukturlah yang akan mempengaruhi agen (bagaimana anda berperilaku dalam masyarakat, itulah yang diatur oleh hukum).
Interaksi simbolik: bagaimana orang berperilaku itu sesuai dengan bagaimana label yang diberikan pada individu tersebut.
Proses terbentuknya hukum dan pendefinisian kejahatan itu terjadi atas interaksi struktur dengan agen
FOKUS DARI KONSTITUTIF KRIMINOLOGI:
1. Praktek kewacanaan sebagai codetermination: yang membentuk definisi mengenai pendefinisian kejahatan dimulai dari proses kewacanaan (perbincangan-perbincangan atau diskusi-diskusi yang dilakukan oleh organisasi pemerintah/expert) misalnya talk show di tv yang narasumbernya memberikan pandangan-pandangan. Jadi agen disini bukan hanya penguasa, namun mereka juga bisa dari kalangan expert (jadi yang membentuk wacana bukan hanya penguasa; pertarungannya bukan lagi penguasa-rakyat, namun pertarungan wacana; wacana disini bisa dilakukan oleh siapa saja yang memiliki pengaruh cukup kuat) Jadi, meskipun struktur memiliki kekuasaan mengatur agen, namun agen juga bisa membentuk tatanan yang terjadi di masyarakat.
2. Symbolic violence; munculnya symbolic violence as ideological domination; produk dari dominasi ideologis. Mungkin tidak langsung mengenai pelaku, namun secara tidak langsung membangun wacana. Misalnya: dalam pemberitaan, terdapat wacana yang memberikan simbol-simbol tertentu bagi perempuan yang menjadi pelaku kejahatan, misalnya ‘penipu cantik’, dll (kan nggak ada ‘penipu ganteng’) N.B. REALITAS ITU IMAJINER tidak ada yang real, semuanya imajiner, karena semua itu hanya hasil dari konstruksi sosial. Signified: makna yang diberikan pada suatu obyek. Signifier: realitas obyektif pada barang.
3. Sense of data; berdasarkan peristiwa-peristiwa konkrit yang terjadi dalam masyarakat. Barak --> melampaui skeptical posmo; artinya dekonstruksi curiga terhadap sesuatu
Tahap 1 : ada peristiwa --> wacana --> dominative
Tahap 2: membongkar wacana
Tahap 3: rekonstruksi (membangun kembali wacana yang baru, yang terlibat bukan struktur tapi agen) Tidak ada definisi absolute dalam kejahatan, semuanya relatif
Peacemaking Criminology
• Welfare criminology: kebijakan kriminologi tentang kejahatan
• Newsmaking: bagaimana media bisa memberikan pemahaman tentang kejahatan sehingga tidak terjadi distorsi.
• Konstitutif memiliki demistifikasi: membongkar kesalahan diskursus yang berkembang di masyarakat agar lebh proporsional. Demistifikasi dilakukan dengan cara melakukan dekonstruksi (menemukan kecelakaan/ kontingensi/ keganjilan, harus selalu bersikap curiga pada diskursus yang muncul).
• Konstitutif melampaui pos modern skeptic --> curiga
• Hermeunika kecurigaan
• Konstitutif sampai pada rekonstruksi: membangun kembali
Welfare criminology memiliki 4 tahap pembuatan kebijakan kriminal:
1. Regulasi: untuk menjamin kepastian hukum
2. Sosialisasi: dilakukan setelah regulasi ditegakkan, esensi edukasi
3. Fasilitas: titik sentral WC, pos anggaran paling besar (edukasi, kesehatan, pangan)
4. Sanki: tidak boleh diberikan sebelum ada fasilitas
• Crime of survival (Quinney) --> tidak bisa dianggap salah apabila pemerintah belum memberikan kebijakan proporsional yang dapat merubah kehidupannya. Orang miskin tidak boleh didiskriminalisasi.
• Trickle Down Effect --> kemajuan di suatu daerah berimbas ke daerah lain; manusia sebagai subjek pembangunan, menentukan perubahannya sendiri: capability (analogi bejana).
• Peacemaking criminology keluar dari rasionalitas kriminologi yang dominan.
• Demonologis: kejahatan adalah perilaku yang dipengaruhi oleh setan.
• Muncul classical criminology: didorong oleh Beccaria, Stuart Mill, Bentham tentang ‘The Administration of Justice’ (Beccaria) memunculkan penology modern penghukuman harus dilakukan oleh otoritas legal SPP • Stuart Mill & Bentham; Utilitarianism --> hanya focus pada peaku, bukan korban
• Positivistic; equality before the law --> universalisme/ posmo; hukum itu relatif
• Peacemaking mengkritik: criminology & criminal justice are essentially negative enterprise (punitive response). • Penology: reaksi formal yang diberikan oleh state terhadap kejahatan (kenapa harus Negara yang menghukum? Apakah Negara berhak memiliki super power? Padahal dalam masyarakat ada sistem penal yang bisa dikatakan lebih efektif).
Peacemaking berkembang tahun 80-an
• Gandhi: Respon terhadap kejahatan jangan dibalas dengan kejahatan lagi. Ahimsa (Non kekerasan)
• Martin Luther King: Boikot – Non kekerasan
• Desman Tutu: Ubuntu – Kemanusiaan – Mendorong upaya rekonsiliasi. Forgive and not forget/ forgive and forget (substansinya adalah memaafkan). Kemanusiaan, Kesejahteraan adalah milik bersama.
• Nelson Mandela: Mandiba
Pepinsky
1. Syarat peacemaking adalah responsive interaction: hubungan responsive dapat menciptakan perdamaian
2. Kekerasan adalah datang dari orang yang hanya memikirkan tujuannya/agendanya, tanpa mempertimbangkan dampak terhadap orang lain. Kejahatan adalah tindakan yang muncul karena orang tersebut tidak bersikap responsive.
• Trust worthy resiprokal (hubungan cosmic yang terganggu – curiga) relationship --> karena terjadi kejahatan sehingga menjadi rusak (resah, curiga, takut)
• Responsivitas: dalam memahami kejahatan; pelaku kejahatan adalah orang yang tidak bisa memahami kepentingan/kebutuhan/perasaan orang lain.
• Bagaimana respon yang diberikan terhadap kejahatan --> responsiveness
• Jika terjadi kejahatan, Negara jangan merasa menjadi pihak yang paling mampu menyelesaikan masalah. Biarkan lembaga/anggota masyarakat yang menyelesaikan masalah.
• Peacemaking: subjek menjadi penting. Aspek kebebasan dalam memilih sebagai upaya penciptaan kontrol sosial. (misalnya biarkan papua yang memiliki mekanisme adakat sendiri karena lebih efektif untuk menyelesaikan masalah)
• Jika Negara bertindak akan menambah ekskalasi ketidakseimbangan pada cosmic, harusnya mekanismenya adalah yang relatif/mikro/konstekstual.
• Quinney: Kapasitas seseorang mengakhiri penderitaan terletak pada kapasitas dalam merasakan penderitaan orang lain.
L. Moyers (2005) Bentuk gerakan peacemaking:
1. Radical feminism: banyak perempuan yang menjadi korban & pelaku jika pelaku adalah perempuan yang dipenjara dan punya anak, maka penderitaannya bertambha. Peacemaking tidak hanya focus pada pelaku, namun juga korban dan masyarakat. Humanisme: merasakan perasaan orang lain
2. Aboriosims
3. Restorative Justice: Fokus pada korban. Persoalan selesai jika pelaku bisa mengganti rugi kondisi yang telah rusak akibat kejahatannya (fisik, psikologis, hubungan cosmic) Ada proses medisi antara pelaku, korban, dan masyarakat. Pointnya: kesediaan korban untuk terlibat dalam program tersebut (SPP) sehingga pelaku bisa melihat hasi dari perbuatannya terhadap korban, lebih memiliki efek daripada penggentarjeraan.
• Ganti rugi: pelaku mengganti secara financial (pelaku mendapat pendidikan)
• Penyembuhan
• Mediasi: moderator tidak punya kekuasaan
• Diskusi panel
• Inisiasi musyawarah
Culture Criminology• Bagaimana image symbol dalam kejahatan berpengaruh dalam kehidupan sehari hari
• Lebih banyak bicara mengenai value, kalau kosntitutif rekonstruksi
• Culture criminology juga bicara tentang bagaimana konstruksi media mempengaruhi kehidupan sehari-hari
Framework Culture Criminology
• Cultural criminology adalah integrasi kriminologi dengan culture studies
• Culture studies: bicara tentang representasi, symbol, gaya yang dihadirkan oleh produk (film, gesture, gaya, dll)
• contoh konsep semiotika meode untuk mengungkapkan makna dibalik symbol. Baju hitam: berkabung. Dalam semiotika ada ‘property making’ contoh di jembatan ada tulisan ‘STV XYZ’ itu berarti bahwa daerah tersebut adalah wilayahnya.
• Focus pada representasi kejahatan dan penegakan hukum.
• Posmo mengkritik modern: pada form (representasi bentuk yang dihadirkan. Fenomena – Immanuel Kant makna dibaliknya) dan content (Numena fakta)
• Dalam modern, form dan content berbeda, namun dalam posmo, form is content: diri anda yang otentik sebenarnya diri anda yang dipresentasikan.
• Galaxy simulacra (simulasi): semua hal tidak ada yang real karena dikonstruksi. Tidak ada yang otentik. (Jean Boudrillad)
• Posmo: gaya, meskipun ada sesuatu di baliknya, tapi merupakan substansi itu sendiri.
• Analisis modern: dalam sebuah gaya pasti ada sesuatu dibaliknya.
• Dalam posmo: makna berada dalam representasi dan presentasi.
• Modern: kejahatan disebabkan oleh factor kriminogen
• Studi kejahatan bukan hanya pada pelaku dan peristiwanya, tetapi juga pada cover media --> posmo Tradisi interaksionis
• Yang penting: image dari subyek yang akan diajak berinteraksi, bukan pada peristiwanya --> makna yang dilekatkan.
• Contoh: labeling --> fokusnya tentang bagaimana orang dilabel, bukan pada peristiwanya sehingga kejahatan adalah kosntruksi sosial dan politik, karena masyarakat memberikan label pada penjahat.
• Respective constructive: perilaku yang dibangun karena dikonstruksikan pada sesuatu ‘saya jahat kaena saya dilabel jahat’.
Tradisi Kritikal - Pehatian pada aspek politik - Tentang politik pada aspek kejahatan, penyimpangan, merginalisasi - Label menjadi produk structural, yakni ketika yang melabel adalah penguasa
Kerangka Metodologis
Cultural criminology memiliki 2 aspek metodologis:
1. Etnografi; mengetahui nuansa makna pada budaya tertentu Michelle Fuko:
2. Content & textual; analisis dari media massa Analisis Media & Tekstual
• Melakukan dekonstruksi: pilihan kata, gambar, rujukan media yang terkait kepentingan tertentu
• Ketika sebuah program dilempar ke publik, maka ada kepentingan kepentingan
• Simbiosis mutulaisme: polisi dan media sama sama menyebabkan pemahaman masyarakat berupa imaginative.
• Bagaimana media mempengaruhi pembauran konstruksi dalam kehidupan sehari-hari.
• Konstitutif: mempromosikan peacemaking
• Culture: mengakui perbedaan yang diusung oleh budaya pop yang sering didiskriminalisasi, termasuk kejahatan yang budaya kerjanya sama dengan non-kejahatan, tidak bisa diterapkan pada semua kasus, tapi hanya yang berkaitan dengan kelompok marginal.
• The official demonisizing of various outsider; mengkonstruksi sesuatu sebagai pengikut setan (seperti homo, anak jalanan)
Area perhatian cultural criminology:
1. Crime as culture - Banyak yang dilabel sebagai kejahatan sebenarnya adalah perilaku yang subculture (berkembang begitu saja) - Perilaku subculture secara kolektif diorganisasikan oleh symbol, ritual meaning, dan makna bersama - Yang namanya kejahatan tidak harus terkait pada lokus tertentu. - Persoalan style (gaya) untuk mendefinisikan karakteristik internal dari penyimpang dan kejahatan. - Kejahatan adalah value yang berkembang yang menjadi bagian dari budaya, nilai nilai yang berkembang untuk memenuhi.
2. Culture as crime - Mengkriminalisasi, ada budaya tertentu yang dianggap jahat. Pemerintah biasa mengkriminalisasi culture tertentu melalui public labeling. Kriminalisasi terhadap 1. Cultural popular 2. Art photography 3. Punk & heavy metal band Karena masyarakat menganggap perilaku ini mendorong oleh delikuensi pemerintah mengkriminalisasi melalui media massa.
3. Media construction of crime and crime control Media menjadikan aktivitas sistem peradilan pidana sebagai sumber info. Sistem peradilan pidana menunjukkan bahwa mereka sudah bekerja ada inter koneksi - Sistem peradilan pidana mengarahkan media, isu apa yang penting untuk menjadi perhatian publik. Ingin menciptakan ketakutan tertentu. - Sehingga masyarakat menganggap itulah realitas yangterjadi di masyarakat sehingga real pula konsekuensinya.
4. The politic of culture and crime in cultural criminology - Inilah poin kritikalnya aspek politik. - Cultural criminology adalah intellectual resistence karena menghadirkan diskursus terhadap konstruksi konvensional dari kejahatan terhadap wacana-wacana dominan dan melakukan dekonstruksi the official demonizing of various outsider. - Bentuk konkret dari intellectual resistence adalah newsmaking criminology.
Newsmaking criminology dan konstruksi media pada kejahatan
• Newsmaking criminology beyond skeptical posmo (melampaui posmo yang bersifat curiga dan mengkritik) semua bersifat curiga, semua realitas dicurigai memiliki kepentingan, dll. Tapi newsmaking criminology tidak hanya melakukan konstruksi, namun juga rekonstuksi.
• Posmo: realitas adalah sesuatu yang ditafsirkan
• Jack mengungkapkan premis penting “cultural criminology tidak pernah bicara sesuatu yang kontemporer, namun arti kejahatan dan penegakan hukum dibawah konstruksi” contohnya: ribut mengenai grasi yang diberikan pada Corby.
• Simbolik interaksionism > teori labeling Constructive criminology > bicara mengenai aspek politik dari simbolik interaksionism itu.
• The meaning of crime is always under construction
• Mssyarakat dibangun berdasarkan tanda symbol, kode, makna yang berada dalam alam abstrak dengan ada atau tidak terhadap realitas yang sebenarnya.
• Kebenaran itu merujuk pada diri sendiri;
• Hubungan antara kejahatan dan media memang fokusnya: 1. Presentasi kejahatan di dalam media
• Media massa itu tidak bisa dilihat hanya sebagai subjek yang berpengaruh pada perilaku orang. Permasalahan lain adalah, bagaimana media bisa berpengaruh pada realitas dan kepentingan kepentingan di belakangnya.
• Yang harus dilakukan adalah menggunakan metode-metode yang kualiatif: masuk ke dalam media untuk menyelami investasi ideologi dan kepentingan media.
• Cultural criminology: the political aspect of learning; dalam film misalnya, selalu ada investasi politik, ideologi, ekonomi yang bermain di belakang itu.
Poin utama: masyarakat berbeda dengan konsep consensus (Masyarakat adalah entitas yang dibentuk dari kesepakatan masing-masing individu; dimana walau masing-masing mereka memiliki nilai, namun ada suatu kesepakatan) yaitu masyarakat itu sudah dari sananya berbentuk struktur; entitas yang berbentuk struktur; yang factor dominan yang membentuk masyarakat adalah ekonomi dan proses produksi.
Konsensus; hukum adalah sesuatu yang dibentuk (produk-produk) hasil kesepakatan masyarakat. Konflik; hukum adalah area yang dikuasai oleh kelompok tertentu saja (borjuis) karena mereka memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi sehingga undang-undang/hukum merupakan produk dari mereka yang berkuasa (berada dalam struktur atas masyarakat).
Quinney: criminal justice indextrial complex; sistem peradilan pidana adalah instrument yang menjaga kepentingan mereka yang berkuasa secara ekonomi (misalnya polisi yang menjaga kepentingan pengusaha/penguasa)
Crime of domination: indentik dengan bahasan konstitutif kriminologi:
Konstitutif kriminologi juga berbicara mengenai konstruksi hukum dan pendefinisian kejahatan (penegakan hukum; control sosial) yang memberikan kontribusi atas law enforcement (proses yang melibatkan kelompok politik yang memperjuangkan kepentingan ekonominya); law enforcement adalah suatu pertarungan kepentingan yang pemenangnya sudah pasti mereka yang berkuasa. Namun pertarungan yang terjadi bukan dalam bentuk interpersonal; namun sebuah produk dari pertarungan kekuasaan di dalam wacana (area discourse). N.B. Wacana: isu, pemikiran
Semua perubahan sosial, pendefinisian kejahatan, dan penegakan hukum berangkat dari kepentingan ekonomi. Namun ini terlalu reduksionis sehingga konstitutif krminologi kemudian mengkritiknya bahwa ekonomi bukan satu-satunya pengaruh.
Strukturasi: teori yang dipengaruhi oleh Giddens dan Bordue: mengkritik pandangan struktur-bentuk-agen (pengaruh bentuk linear) format masyarakat terjadi karena adanya pengaruh struktur (misalnya sistem politik, sistem ekonomi, dll) dalam membentuk perilaku agen dan juga dalam saat yang sama, agen mempengaruhi bentuk struktur itu sendiri. Misalnya: di dalam penjara, bukan peraturan yang ditetapkan dalam penjara saja yang mempengaruhi narapidana, namun juga perilaku narapidana yang juga mempengaruhi peraturan dalam penjara. sementara dalam grand theory sebelumnya yaitu critical strukturlah yang akan mempengaruhi agen (bagaimana anda berperilaku dalam masyarakat, itulah yang diatur oleh hukum).
Interaksi simbolik: bagaimana orang berperilaku itu sesuai dengan bagaimana label yang diberikan pada individu tersebut.
Proses terbentuknya hukum dan pendefinisian kejahatan itu terjadi atas interaksi struktur dengan agen
FOKUS DARI KONSTITUTIF KRIMINOLOGI:
1. Praktek kewacanaan sebagai codetermination: yang membentuk definisi mengenai pendefinisian kejahatan dimulai dari proses kewacanaan (perbincangan-perbincangan atau diskusi-diskusi yang dilakukan oleh organisasi pemerintah/expert) misalnya talk show di tv yang narasumbernya memberikan pandangan-pandangan. Jadi agen disini bukan hanya penguasa, namun mereka juga bisa dari kalangan expert (jadi yang membentuk wacana bukan hanya penguasa; pertarungannya bukan lagi penguasa-rakyat, namun pertarungan wacana; wacana disini bisa dilakukan oleh siapa saja yang memiliki pengaruh cukup kuat) Jadi, meskipun struktur memiliki kekuasaan mengatur agen, namun agen juga bisa membentuk tatanan yang terjadi di masyarakat.
2. Symbolic violence; munculnya symbolic violence as ideological domination; produk dari dominasi ideologis. Mungkin tidak langsung mengenai pelaku, namun secara tidak langsung membangun wacana. Misalnya: dalam pemberitaan, terdapat wacana yang memberikan simbol-simbol tertentu bagi perempuan yang menjadi pelaku kejahatan, misalnya ‘penipu cantik’, dll (kan nggak ada ‘penipu ganteng’) N.B. REALITAS ITU IMAJINER tidak ada yang real, semuanya imajiner, karena semua itu hanya hasil dari konstruksi sosial. Signified: makna yang diberikan pada suatu obyek. Signifier: realitas obyektif pada barang.
3. Sense of data; berdasarkan peristiwa-peristiwa konkrit yang terjadi dalam masyarakat. Barak --> melampaui skeptical posmo; artinya dekonstruksi curiga terhadap sesuatu
Tahap 1 : ada peristiwa --> wacana --> dominative
Tahap 2: membongkar wacana
Tahap 3: rekonstruksi (membangun kembali wacana yang baru, yang terlibat bukan struktur tapi agen) Tidak ada definisi absolute dalam kejahatan, semuanya relatif
Peacemaking Criminology
• Welfare criminology: kebijakan kriminologi tentang kejahatan
• Newsmaking: bagaimana media bisa memberikan pemahaman tentang kejahatan sehingga tidak terjadi distorsi.
• Konstitutif memiliki demistifikasi: membongkar kesalahan diskursus yang berkembang di masyarakat agar lebh proporsional. Demistifikasi dilakukan dengan cara melakukan dekonstruksi (menemukan kecelakaan/ kontingensi/ keganjilan, harus selalu bersikap curiga pada diskursus yang muncul).
• Konstitutif melampaui pos modern skeptic --> curiga
• Hermeunika kecurigaan
• Konstitutif sampai pada rekonstruksi: membangun kembali
Welfare criminology memiliki 4 tahap pembuatan kebijakan kriminal:
1. Regulasi: untuk menjamin kepastian hukum
2. Sosialisasi: dilakukan setelah regulasi ditegakkan, esensi edukasi
3. Fasilitas: titik sentral WC, pos anggaran paling besar (edukasi, kesehatan, pangan)
4. Sanki: tidak boleh diberikan sebelum ada fasilitas
• Crime of survival (Quinney) --> tidak bisa dianggap salah apabila pemerintah belum memberikan kebijakan proporsional yang dapat merubah kehidupannya. Orang miskin tidak boleh didiskriminalisasi.
• Trickle Down Effect --> kemajuan di suatu daerah berimbas ke daerah lain; manusia sebagai subjek pembangunan, menentukan perubahannya sendiri: capability (analogi bejana).
• Peacemaking criminology keluar dari rasionalitas kriminologi yang dominan.
• Demonologis: kejahatan adalah perilaku yang dipengaruhi oleh setan.
• Muncul classical criminology: didorong oleh Beccaria, Stuart Mill, Bentham tentang ‘The Administration of Justice’ (Beccaria) memunculkan penology modern penghukuman harus dilakukan oleh otoritas legal SPP • Stuart Mill & Bentham; Utilitarianism --> hanya focus pada peaku, bukan korban
• Positivistic; equality before the law --> universalisme/ posmo; hukum itu relatif
• Peacemaking mengkritik: criminology & criminal justice are essentially negative enterprise (punitive response). • Penology: reaksi formal yang diberikan oleh state terhadap kejahatan (kenapa harus Negara yang menghukum? Apakah Negara berhak memiliki super power? Padahal dalam masyarakat ada sistem penal yang bisa dikatakan lebih efektif).
Peacemaking berkembang tahun 80-an
• Gandhi: Respon terhadap kejahatan jangan dibalas dengan kejahatan lagi. Ahimsa (Non kekerasan)
• Martin Luther King: Boikot – Non kekerasan
• Desman Tutu: Ubuntu – Kemanusiaan – Mendorong upaya rekonsiliasi. Forgive and not forget/ forgive and forget (substansinya adalah memaafkan). Kemanusiaan, Kesejahteraan adalah milik bersama.
• Nelson Mandela: Mandiba
Pepinsky
1. Syarat peacemaking adalah responsive interaction: hubungan responsive dapat menciptakan perdamaian
2. Kekerasan adalah datang dari orang yang hanya memikirkan tujuannya/agendanya, tanpa mempertimbangkan dampak terhadap orang lain. Kejahatan adalah tindakan yang muncul karena orang tersebut tidak bersikap responsive.
• Trust worthy resiprokal (hubungan cosmic yang terganggu – curiga) relationship --> karena terjadi kejahatan sehingga menjadi rusak (resah, curiga, takut)
• Responsivitas: dalam memahami kejahatan; pelaku kejahatan adalah orang yang tidak bisa memahami kepentingan/kebutuhan/perasaan orang lain.
• Bagaimana respon yang diberikan terhadap kejahatan --> responsiveness
• Jika terjadi kejahatan, Negara jangan merasa menjadi pihak yang paling mampu menyelesaikan masalah. Biarkan lembaga/anggota masyarakat yang menyelesaikan masalah.
• Peacemaking: subjek menjadi penting. Aspek kebebasan dalam memilih sebagai upaya penciptaan kontrol sosial. (misalnya biarkan papua yang memiliki mekanisme adakat sendiri karena lebih efektif untuk menyelesaikan masalah)
• Jika Negara bertindak akan menambah ekskalasi ketidakseimbangan pada cosmic, harusnya mekanismenya adalah yang relatif/mikro/konstekstual.
• Quinney: Kapasitas seseorang mengakhiri penderitaan terletak pada kapasitas dalam merasakan penderitaan orang lain.
L. Moyers (2005) Bentuk gerakan peacemaking:
1. Radical feminism: banyak perempuan yang menjadi korban & pelaku jika pelaku adalah perempuan yang dipenjara dan punya anak, maka penderitaannya bertambha. Peacemaking tidak hanya focus pada pelaku, namun juga korban dan masyarakat. Humanisme: merasakan perasaan orang lain
2. Aboriosims
3. Restorative Justice: Fokus pada korban. Persoalan selesai jika pelaku bisa mengganti rugi kondisi yang telah rusak akibat kejahatannya (fisik, psikologis, hubungan cosmic) Ada proses medisi antara pelaku, korban, dan masyarakat. Pointnya: kesediaan korban untuk terlibat dalam program tersebut (SPP) sehingga pelaku bisa melihat hasi dari perbuatannya terhadap korban, lebih memiliki efek daripada penggentarjeraan.
• Ganti rugi: pelaku mengganti secara financial (pelaku mendapat pendidikan)
• Penyembuhan
• Mediasi: moderator tidak punya kekuasaan
• Diskusi panel
• Inisiasi musyawarah
Culture Criminology• Bagaimana image symbol dalam kejahatan berpengaruh dalam kehidupan sehari hari
• Lebih banyak bicara mengenai value, kalau kosntitutif rekonstruksi
• Culture criminology juga bicara tentang bagaimana konstruksi media mempengaruhi kehidupan sehari-hari
Framework Culture Criminology
• Cultural criminology adalah integrasi kriminologi dengan culture studies
• Culture studies: bicara tentang representasi, symbol, gaya yang dihadirkan oleh produk (film, gesture, gaya, dll)
• contoh konsep semiotika meode untuk mengungkapkan makna dibalik symbol. Baju hitam: berkabung. Dalam semiotika ada ‘property making’ contoh di jembatan ada tulisan ‘STV XYZ’ itu berarti bahwa daerah tersebut adalah wilayahnya.
• Focus pada representasi kejahatan dan penegakan hukum.
• Posmo mengkritik modern: pada form (representasi bentuk yang dihadirkan. Fenomena – Immanuel Kant makna dibaliknya) dan content (Numena fakta)
• Dalam modern, form dan content berbeda, namun dalam posmo, form is content: diri anda yang otentik sebenarnya diri anda yang dipresentasikan.
• Galaxy simulacra (simulasi): semua hal tidak ada yang real karena dikonstruksi. Tidak ada yang otentik. (Jean Boudrillad)
• Posmo: gaya, meskipun ada sesuatu di baliknya, tapi merupakan substansi itu sendiri.
• Analisis modern: dalam sebuah gaya pasti ada sesuatu dibaliknya.
• Dalam posmo: makna berada dalam representasi dan presentasi.
• Modern: kejahatan disebabkan oleh factor kriminogen
• Studi kejahatan bukan hanya pada pelaku dan peristiwanya, tetapi juga pada cover media --> posmo Tradisi interaksionis
• Yang penting: image dari subyek yang akan diajak berinteraksi, bukan pada peristiwanya --> makna yang dilekatkan.
• Contoh: labeling --> fokusnya tentang bagaimana orang dilabel, bukan pada peristiwanya sehingga kejahatan adalah kosntruksi sosial dan politik, karena masyarakat memberikan label pada penjahat.
• Respective constructive: perilaku yang dibangun karena dikonstruksikan pada sesuatu ‘saya jahat kaena saya dilabel jahat’.
Tradisi Kritikal - Pehatian pada aspek politik - Tentang politik pada aspek kejahatan, penyimpangan, merginalisasi - Label menjadi produk structural, yakni ketika yang melabel adalah penguasa
Kerangka Metodologis
Cultural criminology memiliki 2 aspek metodologis:
1. Etnografi; mengetahui nuansa makna pada budaya tertentu Michelle Fuko:
2. Content & textual; analisis dari media massa Analisis Media & Tekstual
• Melakukan dekonstruksi: pilihan kata, gambar, rujukan media yang terkait kepentingan tertentu
• Ketika sebuah program dilempar ke publik, maka ada kepentingan kepentingan
• Simbiosis mutulaisme: polisi dan media sama sama menyebabkan pemahaman masyarakat berupa imaginative.
• Bagaimana media mempengaruhi pembauran konstruksi dalam kehidupan sehari-hari.
• Konstitutif: mempromosikan peacemaking
• Culture: mengakui perbedaan yang diusung oleh budaya pop yang sering didiskriminalisasi, termasuk kejahatan yang budaya kerjanya sama dengan non-kejahatan, tidak bisa diterapkan pada semua kasus, tapi hanya yang berkaitan dengan kelompok marginal.
• The official demonisizing of various outsider; mengkonstruksi sesuatu sebagai pengikut setan (seperti homo, anak jalanan)
Area perhatian cultural criminology:
1. Crime as culture - Banyak yang dilabel sebagai kejahatan sebenarnya adalah perilaku yang subculture (berkembang begitu saja) - Perilaku subculture secara kolektif diorganisasikan oleh symbol, ritual meaning, dan makna bersama - Yang namanya kejahatan tidak harus terkait pada lokus tertentu. - Persoalan style (gaya) untuk mendefinisikan karakteristik internal dari penyimpang dan kejahatan. - Kejahatan adalah value yang berkembang yang menjadi bagian dari budaya, nilai nilai yang berkembang untuk memenuhi.
2. Culture as crime - Mengkriminalisasi, ada budaya tertentu yang dianggap jahat. Pemerintah biasa mengkriminalisasi culture tertentu melalui public labeling. Kriminalisasi terhadap 1. Cultural popular 2. Art photography 3. Punk & heavy metal band Karena masyarakat menganggap perilaku ini mendorong oleh delikuensi pemerintah mengkriminalisasi melalui media massa.
3. Media construction of crime and crime control Media menjadikan aktivitas sistem peradilan pidana sebagai sumber info. Sistem peradilan pidana menunjukkan bahwa mereka sudah bekerja ada inter koneksi - Sistem peradilan pidana mengarahkan media, isu apa yang penting untuk menjadi perhatian publik. Ingin menciptakan ketakutan tertentu. - Sehingga masyarakat menganggap itulah realitas yangterjadi di masyarakat sehingga real pula konsekuensinya.
4. The politic of culture and crime in cultural criminology - Inilah poin kritikalnya aspek politik. - Cultural criminology adalah intellectual resistence karena menghadirkan diskursus terhadap konstruksi konvensional dari kejahatan terhadap wacana-wacana dominan dan melakukan dekonstruksi the official demonizing of various outsider. - Bentuk konkret dari intellectual resistence adalah newsmaking criminology.
Newsmaking criminology dan konstruksi media pada kejahatan
• Newsmaking criminology beyond skeptical posmo (melampaui posmo yang bersifat curiga dan mengkritik) semua bersifat curiga, semua realitas dicurigai memiliki kepentingan, dll. Tapi newsmaking criminology tidak hanya melakukan konstruksi, namun juga rekonstuksi.
• Posmo: realitas adalah sesuatu yang ditafsirkan
• Jack mengungkapkan premis penting “cultural criminology tidak pernah bicara sesuatu yang kontemporer, namun arti kejahatan dan penegakan hukum dibawah konstruksi” contohnya: ribut mengenai grasi yang diberikan pada Corby.
• Simbolik interaksionism > teori labeling Constructive criminology > bicara mengenai aspek politik dari simbolik interaksionism itu.
• The meaning of crime is always under construction
• Mssyarakat dibangun berdasarkan tanda symbol, kode, makna yang berada dalam alam abstrak dengan ada atau tidak terhadap realitas yang sebenarnya.
• Kebenaran itu merujuk pada diri sendiri;
• Hubungan antara kejahatan dan media memang fokusnya: 1. Presentasi kejahatan di dalam media
• Media massa itu tidak bisa dilihat hanya sebagai subjek yang berpengaruh pada perilaku orang. Permasalahan lain adalah, bagaimana media bisa berpengaruh pada realitas dan kepentingan kepentingan di belakangnya.
• Yang harus dilakukan adalah menggunakan metode-metode yang kualiatif: masuk ke dalam media untuk menyelami investasi ideologi dan kepentingan media.
• Cultural criminology: the political aspect of learning; dalam film misalnya, selalu ada investasi politik, ideologi, ekonomi yang bermain di belakang itu.