Kamis, 18 Februari 2010

Persiapan Tes Kecil I Sistem Sosial Indonesia

Sistem Sosial Indonesia tidak hanya memberikan gambaran empiris secara sepotong-potong (partial dan dijointed) dari konsep-konsep sosiologi, tetapi memberikan suatu gambaran secara secara historis, sistemik, analitik dan komprehensif tentang masyarakat Indonesia.
Sistem Sosial Indonesia bertujuan mempelajari masyarakat dengan perspektif sosiologis, artinya :
menggambarkan struktur masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk, menggambarkan proses sosial yang terjadi di Indonesia (sebagai satuan politik/negara), menggambarkan perkembangan integrasi sosial dan nasional dalam dimensi sejarah (perubahan sosial).

Integrasi sosial menunjuk suatu proses dimana unsur-unsur dalam suatu masyarakat (kelompok sosial, satuan daerah, institusi sosial) saling berhubungan secara harmonis.
Integrasi nasional lebih mengacu pada proses menyatunya unsur-unsur tadi secara formal dan legal ke dalam suatu Nasion-State atau negara-bangsa (satuan politik).
Jadi Integrasi sosial lebih bersifat sosiologis sedang integrasi nasional lebih politis.

Bangsa (nation) : satuan ras atau etnik, tetapi menurut Rupert Emerson, bangsa adalah sense of belonging terhadap suatu warisan budaya dan sejarah yang sama dan keinginan untuk hidup bersama dalam suatu kesatuan politik (negara). Ben Anderson menyebut sebagai imagined community.
Negara (state) : suatu satuan politis yang mengandung tiga unsur dasar: pemerintah yang berdaulat, rakyat, dan wilayah.

Kelompok etnik memiliki asal dan budaya yang sama dan mengadopsi endogamy. Our colour does not say much about what lies under the skin.
Identitas etnis berbeda intensitasnya, ada yang keras ada yang kabur tergantung master status (status utama dimana orang mengidentifikasikan statusnya sendiri) yang mereka pakai. Jadi ada hot ethnicity (emosional yang mendalam dan ingin merdeka) serta cold ethnicity (kurang emosional, digunakan untuk mencari keuntungan sesaat).

Perspektif Struktural fungsional : perspektif ini percaya masyarakat dapat dianalogikan sebagai anggota tubuh, dengan kata lain masyarakat merupakan suatu system dimana unsur-unsurnya saling terikat dalam suatu pola keteraturan tertentu (struktur sosial) dan masing-masing unsur itu memiliki fungsi yang berbeda-beda yang digunakan untuk survival. Jika salah satu sistem terjadi disfungsi akan mengakibatkan disfungsi terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Perspektif Konflik : masyarakat adalah tempat bertemunya kelompok-kelompok yang memiliki kebutuhan dan kepentingan sendiri (individual self interest) yang harus diperjuangkan. Kelompok yang lebih dominan atau berkuasa dapat mempertahankan status quo. Perspektif ini melihat keteraturan sosial selalu beada dalam proses menjadi (becoming) yakni merpkn hasil dari konflik yang terjadi terus-menerus antara kelompok yang berkuasa dengan klmpk lain yang juga ingin mendapat kekuasaan.

Interaksionisme Simbolik : Realitas sosial dibentuk oleh interaksi antar individu di masyarakat (reality is socially contructed).
Setiap individu mampu mendefinisikan situasi, menginterpretasi dan menegosiasikannya dengan lawan interaksinya. Masyarakat berinteraksi satu sama lain dengan memakai lambang/simbol, bisa dengan bahasa, gerak tubuh, lisan, verbal maupun nonverbal. Jadi makna sosial merupakan hasil interaksi antara individu sehari-hari, bukan dicetak oleh kekuatan struktur yang telah terbentuk dan mapan, jadi social order is a negotiated order.
Masyarakat berinteraksi satu sama lain dengan memakai lambang/simbol, bisa dengan bahasa, gerak tubuh, lisan, verbal maupun nonverbal.
Manusia memiliki kesadaran dan kemampuan, sehingga bisa berubah karena reaksi lawan interaksinya.
Interaksi manusia di masyarakat menyerupai suatu drama dimana setiap individu memainkan peran dan menampilkan  dirinya dengan terus-menerus menjaga kesan lawan interaksinya (impression management). Jika gagal memunculkan imej yang baik bisa mendapat label (labeling theory).

Tujuan Sistem Sosial Indonesia adalah untuk menjelaskan kenyataan obyektif yang ada dalam masyarakat Indonesia, tanpa harus terpaku pada salah satu perspektif saja.

Struktural fungsional melihat integrasi nasional sebagai adanya kebutuhan (keterikatan fungsional) antara berbagai kelompok yang dilandasi oleh suatu kesepakatan nilai dan norma-norma tertentu (integrasi normatif)

Perspektif konflik melihat keteraturan sosial sebagai hasil dominasi kelompok berkuasa yang memaksa kelompok lain untuk bersatu. Kesatuan bangsa ini selalu ditandai oleh konflik yang tiada akhir karena terjadi perebutan materi, kekuasaan dan prestise.
Ada tiga dimensi dari integrasi sosial maupun nasional, yaitu : integrasi normatif, fungsional dan koersif.

Integrasi normatif : hasil dari harapan normatif yang mengkondisikan para anggota masyarakat sepakat pada dasar dan nilai2 dasar dan tujuan yang sama. Menurut Durkheim yaitu adanya kesadaran kolektif bersama (collective conscience).

Integrasi fungsional : didasarkan pada kerangka perspektif fungsional dan ditekankan pada masyarakat sosial yang memiliki diferensiasi sosial yang semakin tinggi. Terkait dengan solidaritas organik dari Durkheim. Integrasi fungsional dapat berjalan baik jika setiap unsur mempunyai fungsi yang sama (seimbang).

Integrasi koersif : hasil dari kekuatan individu atau unsur2 masyarakat secara paksa. (facism, anarchy, democracy, violent conflict, exploitation, dsb.